Wednesday, March 14, 2012

Gara-Gara Bang Salim

Sumber inspirasi Affiq
Sumber:
bsalimisqowi-indaddin.blogspot.com
Anak-anak memang peniru ulung. Beri mereka hal-hal yang menarik maka mereka akan menirunya!

Itulah yang dilakukan putra sulung saya Affiq tiga tahun yang lalu saat masih kelas 2 SD yang pada saat itu lagi senang-senangnya nonton si Entong - sebuah sinetron yang konon bergenre komedi.

Kala itu tiap hari si Entong diputar di TPI. Saya suka protes ketika anak-anak nonton. Malah TV dimatikan kalau mereka tak mau mendengarkan. Tetapi selalu saja mereka berhasil nonton serial yang sangat memukau mereka itu.

Jalan ceritanya tidak masuk akal. Membawa-bawa nama agama tetapi isinya isapan jempol. Belum lagi ada anak yang karakternya yang ‘terlalu malaikat’ tanpa kesan kenaifan khas anak-anak pada dirinya. Ya, itulah si Entong – ia terlalu sempurna. Sementara ada anak yang karakternya ‘terlalu setan’, tak ada baik-baiknya sebagai lawan si Entong. Kontennya hanya seputar menjahili Entong yang dilawan bocah malaikat itu dengan bertumpu pada kekuatan magic yang ‘dibumbui’ basmalah.

Di sinetron itu ada seorang tokoh bernama bang Salim. Bersama seorang tokoh lainnya – bang Samin, mereka kerjanya ke sana - ke mari tidak jelas, semacam punakawan (abdi pengiring). Pemeran bang Salim ini menjiwai perannya dengan mengedip-kedipkan sebelah matanya sepanjang sinetron.

Ini yang ditiru Affiq. Tahu-tahu saja matanya berkedip-kedip sebelah. Mirip kedipan bang Salim. Pada awalnya, kedipan itu hanya sesekali. Makin lama makin sering. Dalam semenit ia bisa berkali-kali berkedip-kedip!

Kalau kedua mata berkedip masih wajar
Sumber gambar:  http://martbees.com
Haduh, galaunya. Kenapa anak saya jadi begini?
Tentu saja saya dan suami menegurnya. Saya mengatakan kebiasaan itu tak baik. Ia harus bisa menghentikannya. Namun teguran saya bagai angin lalu. Ia tetap dengan kebiasaan itu.

Untungnya itu berlangsung tidak lama-lama amat. Setelah ‘diteror’ terus oleh kami, ia bisa menghentikannya.

Sialnya, sinetron itu masih tayang terus. Hanya hitungan hari, kebiasaan aneh itu muncul lagi. Levelnya langsung tinggi. Hiks. Kembali berbagai bujuk rayu hingga kemarahan saya lontarkan kepada Affiq namun ia keukeuh dengan kebiasaan anehnya itu. Ia berkedip-kedip di mana saja. Kapan saja.

Lha kalo begini??
Sumber :
http://webster-dictionary.org
Saya sampai menjerit pilu padanya, “Nak, kalau Kamu sedang berada di jalan dan berpapasan dengan orang yang lagi pacaran, bisa-bisa Kamu dipukul sama sang cowok. Karena ia mengira Kamu menggoda ceweknya!” Oh, saya sungguh frustrasi, aneka ragam kata-kata saya semburkan kepadanya, bahkan pengandaian yang aneh seperti itu!

Akhirnya setelah berlangsung selama berminggu-minggu, kebiasaan itu hilang.
Tapi ... kelegaan saya tak berlangsung lama. Beberapa minggu kemudian, karena sinetron itu masih tayang, kebiasaannya balik lagi. Ya Allah, rasanya saya kehabisan kata-kata. Entah harus bagaimana lagi.

Ingin rasanya merutuki bang Salim. Tapi saya sadar, itu hanya improvisasinya supaya bisa menjiwai tokoh yang diperankannya. Lagi pula percuma merutukinya. Kalau membawa perbaikan bolehlah saya cerca ia.
Arrrgghhhhhhh .....

Miris, pilu, sedih, malu.
Sampai-sampai ada kerabat yang berkata, “Kenapa itu anaknya Niar seperti itu?” Haduh ...... Saya sampai mengeluarkan kata-kata ini kepada Affiq, “Nak, kalau begini terus Mama bisa malu jalan dengan Affiq!”

Air mata saya seringkali terkuras. Usai shalat, pun di waktu shalat. Saya berdo’a terus kepada Allah, juga tilawah (mengaji) dengan mendo’akan Affiq sebelumnya, berharap apa yang saya baca itu berkah bagi kesembuhan Affiq. Dibalik kerisauan yang menjadi, saya masih meyakini bahwa do’a ibu pasti diijabah oleh Allah.

Si Entong - anak berjiwa malaikat.
Sumber gambar: http://negerimimpi.wordpress.com
Ia tak sanggup menghentikannya sendiri. Jika ia punya kesadaran, ia bisa berusaha menghentikannya sendiri. Tetapi ia tak punya kesadaran bahwa kebiasaan itu tak baik dan harus ia sendiri yang menghentikannya. Tak mungkin saya atau papanya yang melakukannya. Kami hanya bisa memotivasinya terus. Itu saja.

Ia tentu tersiksa juga. Kedipan sebelah mata yang berlangsung berkali-kali sepanjang hari selama berhari-hari tentu saja tak nyaman. Tetapi saya tahu pasti itu bisa dihentikan asal ada kemauan dari si ‘penderita’.

Sewaktu masih kelas 4 SD, saya pernah terkena ‘penyakit’ serupa itu. Gara-gara memperhatikan dengan seksama adik seorang teman yang kedua matanya berkedip dengan cepat – jauh di atas normal, tiba-tiba saja saya seolah ketularan. Kecepatan kedipan mata saya menyamai kecepatan kedipan mata anak itu.

Hal itu berlangsung berhari-hari. Saya masih ingat, betapa tersiksanya saya. Tetapi saya memiliki kesadaran untuk menghentikannya sendiri. Alhamdulillah, dengan susah-payah saya berhasil. Tetapi Affiq, ia tak punya motivasi dari dalam dirinya untuk menghentikan kebiasaan anehnya.

Membawanya ke dokter saraf adalah kemungkinan terburuk. Kedipan yang berulang-ulang dan berlangsung dalam waktu yang lama adalah salah satu indikasi adanya penyakit saraf. Tidaaaak, saya tak mau membawanya ke dokter saraf. Anak saya tak berpenyakit saraf. Itu hanya keisengan yang ia buat saja.

Kalut, cemas, stres.
Ibu mana yang tak stres menghadapi hal seperti ini?
Suatu malam, saya pandangi ia yang sedang pulas terlelap. Tangan saya memegang segelas air putih.
Saya usap kepalanya penuh kasih nan pilu.

Tujuh ayat pertama surah ke-36 (Yasin)
Saya kemudian berdo’a lalu membacakan al-Fatihah, juga surah Yasin. Lalu air itu saya tiup perlahan, ubun-ubunnya pun saya tiup dengan lembut, saya menangis dan memohon yang sangat kepada Allah, supaya Ia menyembuhkan kebiasaan aneh itu. Saya benar-benar berserah diri pada-Nya. Saya meresapi makna ‘Laa haula walaa quwwata illaa billaah’ – tiada daya dan upaya melainkan dari Allah semata. Juga menghayati makna Allaahushshamad – Allahlah tempat bergantung segala sesuatu sebisa saya. Lalu wajahnya saya basuh dengan air itu. Kemudian saya pun berangkat tidur.

Esoknya, kebiasaan berkedip-kedip itu berkurang. Hari-hari berikutnya, makin berkurang. Hingga akhirnya betul-betul berhenti! Ajaib, subhanallah. Ia merahmati kami! Terimakasih ya Allah. Engkau memang Maha Pengabul Do’a.

Setelah itu, kebiasaan itu pernah hampir muncul lagi namun cepat hilang. Mudah-mudahan tak muncul lagi. Alhamdulillah ya Allah. Tolong jaga Affiq dari kebiasaan aneh itu, jangan biarkan ia melakukannya kembali. Dan bang Salim serta aktor/aktris di seluruh dunia, please deh jangan menjiwai sebuah karakter sampai sebegitu ekstrimnya. Tahukah kalian, ada seorang ibu di tanah Celebes yang stres gara-gara penjiwaan secara berlebihan itu?  Tolong dong yang sewajarnya saja ya kalau berakting!

Makassar, 15 Maret 2012

Tulisan ini di-share dalam rangka mengikuti “GA GOLDEN MOMENT WITH YOUR CHILD” yang diadakan oleh penerbit byPASS 



Baca juga tulisan berikut ya ...

No comments:

Post a Comment